KUDUS - Paham radikalisme sangat berbahaya bagi tatanan negara dan ideologi pancasila. Oleh karena itu, Pemkab Kudus melalui Kantor Kesbangpol selalu memberikan pemahaman sebagai bekal santri ketika terjun di masyarakat kelak. Hal tersebut disampaikan Bupati Kudus H.M. Hartopo ketika membuka acara Optimalisasi Peran Santri Dalam Antisipasi Radikalisme di Ponpes Miftahul Falah Dawe, Minggu (6/3) malam.
"Radikalisme adalah paham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara ekstrim yang identik dengan kekerasan. Paham ini tidak cocok dengan bangsa kita. Oleh karena itu, Santri diharapkan dapat memilah dan memilih sebuah paham atau aliran untuk pedoman," terangnya.
Dikatakanya, radikalisme bisa hadir dalam bentuk pemikiran maupun tindakan.
"Tindakan radikalisme bisa diketahui melalui dampak yang ditimbulkanya secara fisik, seperti perusakan rumah ibadah dan lainya. Sebaliknya, pemikiran radikalisme bisa menyebar secara laten melalui media sosial. Ini yang harus diwaspadai," pesanya.
Oleh karena itu, para santri diharapkan bijak dalam bermedsos dan tidak terjebak dengan isu yang belum pasti kebenaranya.
"Saya harap para santri ketika menerima sebuah informasi harus selalu disaring, pisahkan info mana yang valid dan yang tidak. Semua bisa dilakukan dengan petunjuk guru, ustadz, maupun ulama. Ini salah satu cara menangkal paham radikalisme," ungkapnya.
Terakhir, Hartopo berpesan agar santri selalu fokus dalam belajar, baik ilmu agama maupun umum.
"Santri masa kini harus paham dan bisa mengikuti tantangan perubahan. Dunia yang majemuk ini haruslah disikapi dengan tepat untuk terus mengembangkan sikap toleransi. Semua bisa tercapai jikalau santri bisa menguasai ilmu agama maupun umum," pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua FKUB Kab. Kudus Prof. Dr. H. Ihsan, Pihaknya mengatakan bahwa Terorisme muncul dari cara berfikir radikalis ekstrim.
"Ibarat tumbuhan, radikalisme adalah akarnya dan teroris adalah pohonya. Dimana cara berfikir radikalis ekstrim dapat mewujudkan sebuah kekuatan dan perlakuan ekstrim pula," ungkapnya.
Dirinya juga menyebut bahwa paham radikal diawali dengan ketidakmampuan orang memahami agama.
"Oleh karena itu, santri diharap dapat memahami secara mendalam terkait agama sebagai pondasi dan tuntunan hidup," tandasnya. (*)