KUDUS - Paham radikalisme di era digitalisasi dapat menyebar secara cepat lewat media sosial. Langkah antisipasi digencarkan oleh Pemkab Kudus untuk melawan paham tersebut. Bupati Kudus, Hartopo, membekali santri dengan ilmu bijak bermedsos pada kegiatan optimalisasi peran santri dalam antisipasi radikalisme. Kali ini kegiatan dilaksanakan di Ponpes Roudlotut Tholibin, Kelurahan Kerjasan, Kecamatan Kota, Kamis (14/7). Kehadiran bupati beserta narasumber disambut oleh Pengasuh Pondok Pesantren, KH Hafid Asnawi.
Belajar dari sejarah, Hartopo mengatakan bahwa radikalisme berawal dari adanya ketimpangan sosial yang menimbulkan pergerakan revolusi. Terdapat dua spektrum radikalisme yang pernah terjadi di Indonesia, yakni sayap kiri dan kanan. Sayap kiri identik dengan peristiwa G30S/PKI dan sayap kanan dengan peristiwa pengeboman.
"Sejarah mencatat betapa kejamnya dan kerasnya paham radikalisme, baik sayap kiri maupun kanan sama-sama ingin memengaruhi orang supaya melakukan pergerakan dengan kekerasan," ujarnya.
Dalam zaman serba teknologi saat ini, paham-paham tersebut banyak disebarkan melalu media sosial. Disamping upaya menangkal hoaks dengan fakta, pemerintah juga memberikan sosialisasi seputar etika bermedia sosial. Untuk itu, Hartopo berpesan kepada para santri supaya selalu saring informasi sebelum sharing.
"Kami pemerintah selalu berupaya menangkal dan menelusuri berita-berita hoaks yang beredar. Namun tak kalah penting, kita harus membentengi diri dan jangan mudah percaya sebuah berita yang belum tentu kebenarannya. Pastikan dulu faktanya sebelum membagikannya ke taman," pesannya.
Ketua MUI Kudus, Ahmad Hamdani Hassanuddin, sebagai narasumber menyampaikan cara membendung paham radikalisme untuk santri. Diantaranya adalah dengan memiliki pemahaman agama yang benar, bergabung dengan lingkungan yang moderat, mendakwahkan Islam serta mencerminkan sikap perilaku yang moderat.
"Mendakwahkan islam yang moderat dengan membiasakan sikap-sikap dan perilaku yang moderat. Jangan mengkafirkan orang lain atau kelompok yang tidak sependapat," tuturnya.
Senada, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kudus Mukhasiron memberi pengetahuan kepada santri tentang pertanyaan jebakan yang sering dilontarkan kaum radikal. Kelompok tersebut selalu memancing pertanyaan dengan membandingkan antara negara dan agama. Kedua hal tersebut tidak bisa dibandingkan dan hanya menggiring kepada paham radikalisme.
"Pertanyaan-pertanyaan seperti pilih mana agama atau negara, Al-Quran atau pancasila adalah pertanyaan yang salah. Karena itu dua hal yang tidak bisa dibandingkan, padahal kalau kita cermati di dalam pancasila mengandung ajaran Al-Quran yang tidak bertentangan," jelasnya.